Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Prof. Zudan Arif Fakrulloh, menceritakan transformasi besar Dukcapil dari waktu ke waktu.
Menurutnya, pemerintah terus bergerak menyempurnakan sistem penyelenggaraan Administrasi kependudukan yang diawali dengan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK) pada tahun 1995.
“Pelayanan dokumen kependudukan dalam SIMDUK ini bersifat manual dan belum terintegrasi, sehingga besar kemungkinan satu penduduk terdata di banyak daerah,” tutur Zudan saat memberikan Kuliah Umum bertajuk Mendorong Inklusivitas Sistem Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Indonesia yang diselenggarakan Universitas Andalas secara daring, Senin (28/06/2021).
Pada tahun 2004, lanjut Zudan, pemerintah menyempurnakan tata kelola Administrasi Kependudukan dengan mengubah SIMDUK menjadi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2004.
“Pada tahun 2006 terbentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menjadi landasan hukum Dukcapil, sekaligus penunggalan data kependudukan melalui transformasi KTP menjadi KTP-el atau KTP elektronik,” rinci Zudan.
Konsepnya, KTP-el menjadi landasan pertama dalam mewujudkan single identity number. Dengan KTP-el, penduduk tidak mungkin untuk memiliki data ganda karena menyimpan data biometrik yang tersimpan dalam database Dukcapil.
Sedangkan dalam pelayanannya, tambah Zudan, Dukcapil juga terus bertranformasi dari stelsel pasif ke stelsel aktif. Artinya, dalam memberikan dokumen kependudukan, jajaran Dinas Dukcapil tidak lagi hanya menunggu di kantor, tapi aktif melakukan jemput bola ke rumah-rumah penduduk.
“Pada tahun 2019, kami melompat lebih jauh lagi dengan meresmikan inovasi berupa tanda tangan elektronik yang berimplikasi besar pada arah pelayanan menuju Dukcapil Go Digital,” ungkap Zudan.
Dengan tanda tangan elektronik, penerbitan berbagai dokumen kependudukan menjadi bebas kendala ruang dan waktu. Pasalnya, jajaran Dinas Dukcapil di daerah dapat menyelesaikan permohonan dokumen kependudukan di mana pun dan kapan pun.
“Kami juga belajar dari industri keuangan mengenai ATM, sehingga lahir lah inovasi kami lainnya berupa Anjungan Dukcapil Mandiri atau ADM. Konsepnya, dengan ADM ini masyarakat dapat mencetak dokumen kependudukan kapan saja secara mandiri dan tidak harus bertemu face to face dengan petugas,” tambah Zudan.
Dinas Dukcapil di berbagai Kabupaten/Kota juga kompak berbenah. Memanfaatkan tanda tangan elektronik, Dinas Dukcapil daerah berinovasi dengan memberikan pelayanan secara daring atau pelayanan online dalam bebragai platform, baik itu bersifat web-based, aplikasi android, atau melalui media komunikasi seperti whatsapp.
Digitalisasi dokumen kependudukan menjadi cikal bakal lahirnya era pemanfaatan data kependudukan di Indonesia. Berbagai Kementerian/Lembaga mulai memanfaatkan data kependudukan untuk berbagai keperluan, termasuk lembaga swasta dalam rangka percepatan pembangunan.
Hingga saat ini, total Kementerian/Lembaga, baik pusat maupun daerah, yang melakukan perjanjian kerja sama pemanfaatan hak akses verifikasi data dan dokumen kependudukan dengan Dukcapil adalah sebanyak 3.686 Kementerian/Lembaga.
“Artinya, Dukcapil terus bertransformasi memberikan kemudahan dan manfaat bagi bangsa dan negara. Tidak hanya bagi individu melalui pemberian dokumen, Dukcapil juga memberi manfaat nyata bagi institusi lainnya melalui kerja sama pemanfaatan data kependudukan,” kata Zudan.
“Esensinya, institusi yang paling baik adalah institusi yang memberi manfaat bagi sesamanya. Semangat inklusivitas ini lah yang menjadi fondasi kami dalam bekerja sehingga terus bertranformasi tanpa henti,” tambah Zudan sambil menutup keterangan. Dukcapil***